My Coldest CEO

96| Sweet Husband



96| Sweet Husband

0Acara sudah selesai, bahkan tamu undangan pun sudah kembali ke rumahnya masing-masing dengan perasaan senang karena acara satu ini selain sangat mewah juga mendatangkan beberapa kolega besar dari berbagai macam negara menjadikan sebuah keuntungan bagi sesama CEO untuk menjalin kerjasama perusahaan.     

Begitu juga dengan kedua belah pihak keluarga yang bersangkutan mereka sudah kumpul bersama tepat di mansion besar Leo. Mereka semua makan bersama, dan Bara sepertinya malam ini lembur karena memang memasak berbagai macam menu masakan yang tak biasa mengingat ada seorang balita jadi kemungkinan besar memang saat ini ramai sekali.     

Berbeda dengan dua keluarga tersebut, kini Felia dan Leo justru berada di kamar mereka. Bukan, bukan karena salah satu dari mereka berpikiran mesum untuk segera melakukan malam pertama. Namun karena wanita tersebut mengeluh kalau perutnya terasa ada yang menendang-nendang.     

"Bagaimana perut mu? masih sakit? kalau iya sebaiknya aku panggil dokter saja,"     

Leo menatap wajah Felia dengan raut wajah yang cemas, masalahnya justru wanitanya itu kini terlihat lesu dengan maja yang terpejam --namun tidak tertidur--.     

"Tidak perlu, Leo. Hanya tendangan biasa saja, masa iya sampai harus memanggil dokter seperti itu kan kasihan juga ini sudah malam." jawab Felia dengan suaranya yang terdengar parau, ia membuka bola matanya dan tersenyum kala masih menemukan wajah mulus Leo yang menatap dirinya dengan sangat tulus.     

Leo menggeram kesal, ia tidak habis pikir kenapa Felia masih bisa keras kepala di saat seperti ini. Ia meraih tangan wanita yang tengah tiduran di kasur king size mereka, lalu menciumnya dengan dalam. "Kamu yang justru harus dikasihani, bagaimana kalau nanti terjadi sesuatu? saya benar-benar tidak akan memaafkan diri saya loh,"     

Menghirup dalam-dalam punggung tangan Felia, wangi manis menyeruak karena satu jam lalu mereka habis ritual mandi bersama layaknya sepasang suami istri namun tetap saja Leo menjaga wanitanya supaya tidak terpeleset dengan licinnya lantai kamar mandi.     

Felia hanya tersenyum simpul, entah kenapa kini perasannya jurang membaik. Tadi ia juga sempat mual-mual juga, mungkin karena faktor kelelahan karena hampir menghabiskan waktu berjam-jam sampai acara selesai. Tidak jangan tanyakan seberapa besarnya ia menghabiskan uang untuk menyewa ballroom, katanya semua itu tidak ada apa-apanya selain kebahagiaan mereka.     

"Tidak perlu ah, aku juga baik-baik saja. Mungkin ini karena calon bayi kita sedang aktif di dalam perut, terlebih lagi tadi acaranya ramai dan cukup lama mungkin aku terlalu lelah."     

"Ya kamu saya sudah suruh istirahat di kamar yang sudah saya sewa, malah menolak dan memilih untuk duduk sambil makan kue."     

"Habisnya enak, apa ada kue lagi? aku ingin..."     

Leo menatap wajah Felia yang tengah memohon, menggemaskan sekali. "Kamu mau itu? sambil saya bawakan susu jahe mau gak? atau sesuatu yang menghangatkan gitu.." ucapnya yang menuruti keinginan wanitanya sekalian menawarkan untuk kebaikan tubuh istrinya itu.     

"Boleh susu jahe sepertinya enak, tambak cookies!"     

"Iya sayang, kue-nya mau yang apa? biar nanti saya gak salah bawa ke kamu."     

"Euhm... kayaknya red velvet enak deh sayang.."     

Leo menganggukkan kepala, ia setuju dengan keputusan Felia saat ini karena memang rasa red velvet adalah rasa yang cukup enak, apalagi jika berlapis cheese pasti sangat enak. "Ada lagi gak putri ku sayang," ucapnya dengan nada lembut sambil melepaskan genggaman tangannya pada tangan mungil itu untuk beralih mengelus puncak kepala wanitanya dengan perlahan.     

"Kok putri sih? aku kan maunya di panggil istri," protes Felia sambil mengerucutkan bibirnya tidak setuju dengan nama panggilan yang di berikan oleh Leo. Ya kan ia sudah resmi menjadi istri masa di panggil putri.     

"Ya kan kamu putri kerajaan, sayang. Eh salah deh, seharusnya ratu ya.." Leo meringis kecil sambil menggaruk pipinya yang sama sekali tidak terasa gatal, berada di dekat Felia rasanya membuat ia sedikit linglung.     

Felia terkekeh lalu sedikit mengangkat tubuhnya, dan ya satu kecupan manis mendarat di pipi Leo. "Terimakasih banyak, sayang." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman yang kali ini terlihat lebih bersemangat daripada sebelumnya.     

"Iya sayang kan sudah kewajiban saya untuk memenuhi apa yang kamu inginkan, lagipula terimakasih terus saya merasa satu kali terimakasih sudah lebih dari cukup."     

"Kan supaya kamu tau kalau aku cukup terbantu dengan kehadiran kamu, sayang ku Leo."     

Leo tersenyum hangat lalu sebelum beranjak dari duduknya, ia segera mencium bibir ranum Felia. Melumatnya dengan sangat perlahan, candu ini masih sangat berarti bagi dirinya. Bibir yang tipis bagai permen kenyal yang terasa manis, benar-benar dirinya menyukai ini.     

Setelah merasa puas, ia langsung saja memundurkan kepalanya yang otomatis membuat lumatan bibir mereka terlepas. Menatap dalam kedua manik mata Felia supaya melekat jelas di dalam pikirannya, setelah itu Leo segera beranjak dari duduknya. "Yasudah saya ingin mengambil permintaan mu ya, sayang. Tunggu di sini, jangan tertidur lebih dulu." ucapnya yang sudah turun dari kasur lalu menatap wanitanya dengan serius.     

Sedangkan Felia hanya menganggukkan kepalanya, lalu melihat kepergian Leo sampai pintu tertutup dan membawa laki-laki tersebut menghilang dari jangkauan pandangnya.     

Ia tersenyum hangat kala mengingat apapun permintaannya pasti Leo akan dengan senang hati menurutinya. "Suami yang manis,"     

Dan semakin menyenangkan lagi, kini Felia bisa memanggil Leo dengan panggilan suami.     

...     

"Kemana Felia, Leo? apa dia baik-baik saja?"     

Pertanyaan penuh kecemasan itu berasal dari Lina. Tadi Leo mengatakan pada semua orang supaya jangan cemas saja, biar dirinya yang urus. Dan kini ia turun ke lantai dasar langsung saja dihujani dengan berbagai macam pertanyaan mengenai keadaan wanitanya.     

"Baik, Mommy. Sedang tiduran, katanya bayinya menendang-nendang dan dia terlalu lelah. Kalau ingin ke sana, Mommy bisa berjalannya ke lantai dua kamar kami." jawab Leo dengan sangat ramah.     

Lina tampak mengulurkan tangannya untuk mengelus bahu Leo, betapa beruntungnya ia memiliki menantu seperti laki-laki ini. "Terimakasih ya sayang sudah menjaga Felia, Mommy ke atas dulu." ucapnya sambil menepuk bahu kekar tersebut setelah itu melangkahkan kaki untuk menaiki satu persatu anak tangga.     

Setelah itu, Leo melanjutkan perjalanannya menuju kitchen. Masih tersisa keluarga kecil Vrans dan juga Rio di rumah ini, namun sepertinya semuanya sudah masuk ke dalam masing-masing kamar tamu yang telah di sediakan.     

"Bara, belum pulang?" sapanya sekalian bertanya saat melihat laki-laki yang ahli memasak itu masih berada di dapur, berkutat dengan peralatan yang baru saja selesai di cuci dan di bersihkan dari air yang masih menempel.     

Mendengar itu, Bara mengalihkan pandangannya ke sumber suara lalu menampilkan sebuah senyuman hangat. Sorot matanya terlihat bahagia, mungkin karena dari sekian lama akhirnya ada keluarga besar yang datang ke sini dan makan bersama apalagi sampai bersenda gurau. "Iya Tuan ini saya sedang menata peralatan makan ke tempatnya, sudah saya bersihkan juga." ucapnya.     

"Tapi ini sudah jam sepuluh, Bara. Bagaimana kalau putri dan istri mu menunggu?" tanya Leo sambil membuka kulkas dan mengambil semua makanan yang di perlukan untuk Felia.     

Setelah sudah mengeluarkan apa yang berada di dalam kulkas dan menaruhnya pada meja dapur, ia segera berjalan ke arah tempat-tempat menaruh rempah untuk mengambil jahe.     

"Ya anggap saja saya lembur, Tuan. Untuk hal itu saya yakin mereka tidak keberatan, paling hanya putri saya saja yang rewel karena paginya pasti hanya bisa bertemu sebentar." balas Bara. Ia tidak pernah mengeluh, bahkan semua pekerjaan ia lakukan dengan teliti dan benar.     

"Kalau begitu, kamu pulang saja dan tinggalkan pekerjaan mu itu biarkan nanti saya menyuruh pelayan lain yang menyusunnya." ucapnya sambil menaruh satu buah jahe yang sudah pasti tidak akan terpakai semuanya.     

Bara menggelengkan kepalanya, merasa tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Leo. "Tidak perlu, Tuan, sungguh. Ini bagian dari pekerja saya masa akan di oper ke orang lain, sangat merepotkan." ucapnya sambil terkekeh, mulutnya mungkin mengobrol dengan Leo namun tangannya dengan telaten menata piring dengan sesekali mata yang melirik ke sana.     

"Kalau begitu nanti kemalaman, bisa jadi pulang hampir jam sebelas loh."     

"Iya Tuan tidak masalah untuk hal itu,"     

"Kamu mau tidur di rumah saya? bilang pada istri dan putri mu dan meminta maaf karena tidak pulang hari ini. Setelah itu besok kamu boleh pulang setelah membuatkan menu makan siang,"     

"Tapi Tuan, ah kau baik sekali..."     

"Kalau saya baik, sudah dapat di pastikan kamu itu malaikat."     

Leo selalu bangga dengan kinerja Bara yang tak kenal waktu dan lelah. Terkadang ia ingin sekali saja memberikan libur tambahan sebagai imbalan, namun tanpa Bara di pagi dan siang hari semuanya terasa sangat mustahil karena memang masakannya selain enak sudah pasti sangat higienis.     

"Terimakasih banyak Tuan, nanti setelah ini saya akan kabarkan pada orang tercinta saya."     

"Iya, pakai saja kamar tamu nomor empat yang berada di dekat gudang kecil, tidak masalah?"     

Kalau orang lain mendengar kata 'gudang' pasti sudah berpikir kalau dirinya di berikan fasilitas yang serupa, kumuh dan sebagainya. Tapi di mansion Leo, gudang saja tertata rapih seperti sanggar.     

"Itu sudah lebih dari cukup untuk saya, Tuan."     

"Dan ya, jangan rapihkan kamarnya nanti juga ada yang merapihkan kamar kamu itu fokus saja dengan pekerjaan jangan ke lain-lain hal."     

Leo melangkahkan kakinya ke arah Bara sambil membawa jahe yang tadi ia ambil. "Oh ya tolong buatkan saya susu jahe ya, Bara. Untuk Felia, dia sedang ingin minum ini."     

Kalau untuk Felia, semua orang tidak akan pernah bisa menolaknya bahkan maid sekalipun.     

Bara menganggukan kepalanya, lalu meninggalkan pekerjaan menyusun piring dan meraih jahe yang di berikan Leo. "Baik, Tuan. Di tunggu ya," ucapnya.     

Menganggukkan kepalanya, akhirnya Leo memutuskan untuk duduk di kursi pantry.     

Ia tidak menyangka kalau hari ini adalah hari yang sangat bahagia di dalam hidupnya.     

"Jangan pakai gula terlalu banyak ya, soalnya istri saya sudah terlalu manis."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.